Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seringkali bersikap tegas dan garang saat berhadapan dengan lembaga atau seseorang yang berseberangan dengannya. Banyak tokoh dan lembaga tercatat sering kena semprot amarah Ahok . Seperti operator air bersih, Palyja dan Aetra yang akhir-akhir ini sering dikritisi politisi Gerindra ini.
Ahok menilai miring soal rencana penjualan saham Palyja yang dilakukan Suez Environtnment kepada Manila Water asal Filipina. Penjualan saham itu tercium sejak November 2012 lalu. Namun, itu dilakukan tanpa sepengetahuan PAM Jaya yang telah bekerja sama selama 25 tahun dengan pihak Suez.
Bukan hanya soal perjanjian kontroversial itu, PT PAM juga kerap kali disebut bermasalah oleh Ahok . Permasalahan yang ditimbulkan penyedia air Jakarta ini tentu saja menyebabkan kerugian pihak Pemprov dan masyarakat sendiri.
Berikut adalah daftar masalah penyedia air Jakarta yang membuat Ahok berang:
1. Kontrak bermasalah
Ahok mengatakan, kontrak lama yang dibuat antara Pemprov DKI melalui PAM Jaya dengan PT Palyja selaku operator air bersih di Jakarta dinilai tidak adil. Menurut dia, persentase keuntungan yang diberikan kepada Pemprov terbilang amat kecil.
Sementara, dalam kontrak tersebut menyebutkan keuntungan yang didapat Suez Environment, selaku investor dan pemilik saham terbesar PT Palyja mendapat persentasenya amat besar.
Meski menyetujui penjualan saham Palyja milik Suez Environment (SE) ke Manila Water, namun bukan tanpa alasan. Persetujuannya bagian dari jurus jitu sebagai upaya negosiasi ulang kontrak lama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Suez Environment.
Cara atau jurus itu merupakan strategi Pemprov DKI. Karena apabila Pemprov DKI membatalkan akuisisi tersebut, Pemprov DKI harus membayar ganti rugi hingga triliunan rupiah.
2. Palyja hanya mau menjual ke Manila Water
Belum habis rasa kesal dengan kontrak yang selama ini dipakai Palyja. Ahok juga dibuat heran dengan tingkah Suez Environment (SE)yang hanya mau menjual ke Manila Water, tidak ingin menjual ke Pemprov DKI Jakarta.
Alasannya Suez Environment (SE) menjual saham Palyja sebesar 51 persen ke Manila Water karena mengetahui profil dan kredibilitas Manila Water.
"Perusahaan air itu kan ada di Vietnam. Itu anak perusahaan Manila Water. Kita sudah lihat di Manila. Makanya kita bilang tidak mengatakan harus menjual kepada Manila yang penting bagi kita kalau mau menegosiasikan kontrak dengan Palyja satu-satunya saat dia mau menjual saham," jelas Ahok.
3. Hasil bagi keuntungan
Ahok juga berpendapat keuntungan yang didapat Suez Environment selaku investor dan pemilik saham terbesar PT Palyja persentasenya amat besar. Ahok mengaku heran jika Pemprov DKI harus menutupi kekurangan jika keuntungan investor tidak mencapai target sesuai kontrak lama.
"Itu sampai 22 atau 26 persen. Itu tinggi banget. Yang normal kan paling 15 atau 14 persen udah bagus kan. Jadi dia mau paksa dia harus untung sekian," ungkap Ahok.
Ketika ditanya apakah kontraknya akan diubah, Ahok menganggukkan kepala. "Kita mau ubah yang menguntungkan lah. Yang wajar lah," jawabnya.
4. Air bocor
Ahok kembali geram saat diketahui masih ada kebocoran air bersih sebesar 42-45 persen di ibu kota. Ahok tak mau kebocoran ini terus berlanjut karena pada 2015 merupakan batas Millenium Development Goal's (MDGs).
"Cuma masalahnya kita kesel kan. Tahun 2015 itu batas MDG's. Sekarang sudah 68 persen orang kesambung. Kebocoran air masih 42 sampai 45 persen. Itu yang saya kesel gitu loh," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (19/4).
Ahok mendesak kedua operator air bersih, Palyja dan Aetra untuk dapat menekan tingkat kehilangan air atau non revenue water (NRW) dari 40 persen menjadi di bawah 20 persen. Pemprov terus mengoptimalkan kerjasama dan mendorong agar kedua layanan operator penyedia air bersih tersebut menjadi lebih baik.
5. Minta sambungan gratis pipa air
Di 2016, Pemprov DKI menargetkan sekitar 99 persen wilayah Kota Jakarta harus sudah tersambung dengan layanan air bersih. Langkah itu jauh berbeda dengan target sebelumnya hingga 2022 mendatang.
Menurutnya, selama ini warga miskin atau keluarga pra sejahtera membeli air mencapai Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu per kubik. Karena itu, Pemprov DKI sedang mengajukan ke DPRD DKI untuk membuat peraturan warga golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat membeli air seharga Rp 1.020 per kubik bila memakai hingga 10 kubik per hari.
Politisi Gerindra ini meminta agar kedua penyedia air di Jakarta yaitu Palyja dan Aetra juga membantu Pemprov menyelesaikan target tersebut. Termasuk menyambungkan pipa air secara gratis.
"Kita minta PAM kaji kamu sambungin, gratis. Tapi orang miskin ini kamu kenakan per kubiknya Rp 10 ribu. Dia mau dong, daripada dia beli Rp 30-50 ribu. Jadi 100 ribu. Daripada beli air nunggu nenteng yang enggak jelas. Nah, PAM lagi kaji. Kalau itu kita hitung PAM bisa untung tiap bulan Rp 90 miliar. Jadi PAM bisa nyambung air banyak sekali untuk memenuhi MDG's tadi," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar