Senin, 24 Juni 2013

5 Hal yang dicurigai di balik kenaikan harga BBM subsidi

Pemerintah baru saja mengimplementasikan kebijakan yang tidak populer yaitu menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Harga premium dinaikkan menjadi Rp 6.500 per liter dan solar menjadi Rp 5.500 per liter dari sebelumnya Rp 4.500 per liter.


Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyayangkan kebijakan yang diambil pemerintah ini. Kenaikan BBM subsidi akan berdampak pada kenaikan harga lainnya seperti bunga bank, harga pangan, tarif angkutan dan lain sebagainya.

Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA. Uchok Sky Khadafi mencurigai kebijakan ini bukan untuk menyelamatkan keuangan negara melainkan persiapan awal para partai politik untuk menyongsong tahun Pemilu 2014.

"Kenaikan BBM ini dicurigai sebagai bentuk untuk mencari duit cash menjelang pemilu. Duit cash itu hanya ada di Bank dan BBM," ucap Uchok ketika konferensi pers di Jakarta, Minggu (23/7).

Pernyataan Uchok bukan tanpa fakta karena FITRA mempunyai beberapa bukti kalau kebijakan menaikkan harga BBM subsidi ini patut dicurigai. Bukan hanya untuk pemilu, tapi kenaikan BBM juga dicurigai untuk menyembunyikan bobroknya kementerian di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono .

TAMORANEWS mencoba merangkum 5 hal yang dicurigai di balik kenaikan BBM subsidi yang dirangkum dari merdeka.com.

1. Piutang Rp 201,41 triliun

Kebijakan menaikkan harga BBM subsidi dinilai masih tidak perlu karena pemerintah mempunyai Piutang sebesar Rp 201,41 triliun terhitung dari piutang 2011 hingga 2012.

Dari data FITRA, jumlah piutang pajak per 2012 dan 2011 masing-masing mencapai Rp 93,5 triliun dan Rp 108 triliun.

Besarnya piutang Pajak terdiri dari Piutang Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2011 masing-masing sebesar Rp70,7 triliun dan Rp 86,8 triliun. Pajak ini merupakan tagihan pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP) atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Sementara itu, piutang pajak pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2011 masing-masing sebesar Rp 22,75 triliun dan Rp21,3 triliun. Ini merupakan tagihan pajak yang telah mempunyai surat ketetapan yang dapat dijadikan kas.

"Seharusnya harga BBM tidak perlu naik, karena bisa ditutupi dari piutang itu," ucap Uchok.

2. Boros anggaran

Kenaikan harga BBM bersubsidi yang diputuskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dicurigai hanya untuk menutupi pemborosan yang dilakukan olek kementerian di bawahnya.

Menurut Uchok, setiap tahun menteri atau ketua lembaga minimal mendapat dana operasional Rp 1,2 miliar atau Rp 100 juta per bulan. Dana ini dinilai hanya sebuah pemborosan karena orang miskin hanya dapat BLSM Rp 150.000 selama empat bulan.

"Setiap bulan menteri bisa berfoya-foya dengan Rp 100 juta. Kalau untuk membeli BBM saja maka bisa membeli sebanyak 15.385 liter per bulan," ucap Uchok.

Menurut Ucok, seharusnya SBY terlebih dahulu membenahi sistem keuangan di kementerian dan lembaga. Setelah itu baru menaikkan harga BBM jika memang sangat diperlukan untuk menyehatkan anggaran.

Dia sangat menyayangkan kebijakan yang diambil oleh SBY yang dirasa cukup memberatkan rakyat miskin ini. SBY sebagai presiden seharusnya lebih memikirkan rakyat miskin daripada kementeriannya.

"Seharusnya yang digenjot adalah dana untuk orang miskin,dan menekan biaya operasional (kementerian)," tutupnya.

3. Belanja fiktif

Pemerintah mengatakan, kenaikan harga BBM subsidi dilakukan untuk menyelamatkan keuangan negara dari defisit karena beban subsidi. Subsidi energi disebut mencapai Rp 300 triliun dirasa memberatkan APBN 2013. Jika BBM tidak dinaikkan maka defisit anggaran akan melebihi 3 persen dan melanggar UU yang ada.

Namun Uchok berkata lain, defisit anggaran bukan terjadi karena beban subsidi energi yang besar, melainkan dari belanja fiktif kementerian serta pembelian kelebihan harga.?

"APBN dibebani oleh pemborosan anggaran dan banyak kerugian negara. Dan bukan disebabkan subsidi buat masyarakat," ucapnya.

Uchok juga merilis data FITRA yang menyebutkan deretan kementerian yang suka melakukan belanja fiktif. Kementerian yang menjuarai belanja fiktif dan modus kemahalan harga adalah Kementerian Perhubungan yang nilai kerugian negara yang mencapai Rp 212 miliar.

Kemudian disusul oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebesar Rp 8,3 miliar dan yang menempati peringkat ketiga kementerian modus belanja adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 6 miliar.

4. Modus kelebihan bayar

Kenaikan harga BBM subsidi dinilai tidak patut dilakukan pemerintah. Menaikkan harga premium dan solar dicurigai hanya kedok untuk menutupi kinerja kementerian yang tidak becus namun meminta bayaran lebih.

Uchok mengatakan saat ini banyak Kementerian dan Lembaga yang menyebabkan kerugian negara dengan modus kelebihan bayar belanja modal. Uchok juga merilis dari data FITRA rangking kementerian yang menyebabkan kerugian dengan dengan modus kekurangan bayar, tidak sesuai spek, lebih bayar konsultan dan lebih bayar lainnya.

Untuk masalah modus kelebihan bayar Kementerian Perhubungan masih menjadi peringkat pertama dengan indikasi kerugian negara mencapai Rp 138,8 miliar. Kemudian disusul dengan Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 31,4 miliar. Seterusnya adalah kementerian Agama yang merugikan negara sebesar Rp 12,1 miliar.

Kenaikan BBM subsidi dianggap hanya sebagai menyembunyikan pemborosan-pemborosan yang dilakukan kementerian dibawah SBY.

5. Beli BBM dari calo

Kenaikan harga BBM subsidi dicurigai dilakukan bukan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia, melainkan hanya memberi keuntungan kepada mafia BBM. Saat ini pemerintah membeli BBM subsidi melalui calo yaitu anak usaha Pertamina, Petral.?

Pembelian BBM subsidi melalui Petral dinilai hanya pemborosan anggaran dan memperkaya mafia BBM tersebut. Menurut Uchok, kalau ingin menyelamatkan APBN pangkas dulu mafia BBM, bubarkan dulu Petralnya.

"Ini baru publik percaya kenaikan BBM itu demi menyehatkan APBN," jelasnya

Subsidi disebut tidak membebani APBN karena subsidi adalah prinsip atau bagian tugas negara untuk membantu rakyat miskin. Siapapun yang punya kebijakan untuk menghapus subsidi mereka adalah orang anti rakyat.

"Kalau hapus subsidi ini orang yang tidak punya rasa kemanusiaan," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar