Bank Indonesia (BI) mengumumkan bulan lalu memusnahkan 382,9 juta bilyet (lembaran uang) dari pelbagai nominal lantaran sudah lusuh atau rusak. Nilainya sekitar Rp 6,8 triliun, hanya dari uang yang beredar selama April saja.
Kebijakan ini sejak lama diterapkan, namun jarang diketahui masyarakat. BI sebagai bank sentral memang sesuai tugasnya menghancurkan uang tidak laik pakai.
Selain mengurangi potensi kerugian bagi pengguna alat tukar itu, karena lusuh atau rusak, kebijakan pemusnahan uang berguna untuk menyeimbangkan peredaran rupiah di masyarakat. Jika uang beredar secara wajar, potensi inflasi bisa ditekan.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Lambok Antonius Siahaan mengatakan hingga Mei 2013, jumlah uang yang diedarkan (UYD) telah mencapai Rp 403 triliun. Sementara yang dimusnahkan dengan pelbagai alasan sekitar 30 persen dari total bilyet.
Menurut Lambok, uang paling banyak dihancurkan adalah pecahan di bawah Rp 20.000, khususnya uang kertas Rp 2.000. Kemungkinan, karena pelbagai lapisan masyarakat kerap menggunakan uang nominal kecil untuk bertransaksi. Beda dengan pecahan Rp 50.000 yang kondisinya rata-rata masih bagus ketika masuk lagi ke brankas BI.
Praktik pemusnahan uang ini tentu menggelitik rasa penasaran. Bagaimana nasib uang-uang yang dihancurkan oleh bank sentral. Apakah sekadar dibakar, lalu dibuang. Kalau dibuang, jumlahnya tentu banyak, mencapai puluhan ton kertas tiap bulang sehingga berpotensi mencemari lingkungan.
Ternyata BI tak membuangnya begitu saja. Lambok mengatakan uang kertas dan logam yang dihancurkan itu menjadi bahan daur ulang yang bisa digunakan untuk apapun.
BI biasa melimpahkan limbah sisa uang lusuh ke yayasan sosial agar digunakan menjadi bahan kerajinan tangan.
"Itu kan jadinya bermanfaat untuk pelaku industri kreatif gitu kan, jadi mereka bisa ambil uang yang telah hancur itu," kata Lambok di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, akhir pekan ini.
Bentuk karya kerajinan dari uang bekas ini menarik, meski tidak semuanya masih menampilkan motif-motif uang. Variasi jenisnya pun macam-macam, dan tidak terpikirkan bisa dibuat dari lembaran alat tukar yang sudah lusuh.
Selain unik, tentu saja pemanfaatan uang lusuh perlu diketahui masyarakat yang ingin berwirausaha. Sebab, potensi penghasilan dari menjual kerajinan tangan berbahan uang bekas ini cukup menjanjikan.
Ingin tahu apa saja karya kerajinan memanfaatkan uang bekas nan lusuh, simak rangkumannya oleh merdeka.com berikut ini:
1. Vas Bunga
Salah satu karya seni kerajinan yang bisa dihasilkan dari bekas uang lusuh adalah vas bunga. Tentu tidak ada jejak uang sama sekali di pelbagai lekuk wadah khusus yang bisa jadi hiasan tersebut.
Pasalnya, agar jadi bahan vas yang bagus, kertas jenis apapun, termasuk uang kertas, harus dileburkan dulu menjadi bubur. Barulah bisa dicetak menjadi bahan wadah bunga.
Kerajinan vas dari uang kertas lusuh pernah diusahakan oleh pengrajin asal Solo bernama Siti Aminah. Tahun lalu dia diminta bantuan Bank Indonesia cabang Surakarta untuk mengolah limbah uang yang baru saja dihancurkan menjadi karya yang bisa dijual kembali.
2. Keranjang sampah
Eksperimen Siti Aminah dengan uang kertas lusuh yang tidak bisa dipakai ternyata bermacam-macam. Tidak cuma mengubahnya menjadi vas, wanita asal Solo ini menyulap lembaran alat tukar tersebut menjadi keranjang sampah yang menarik.
Menurut Aminah, uang kertas yang dibuang BI harus diubah dulu menjadi bubur kertas, lalu diubah jadi briket - bahan awal kertas - lantas dicetak ke ukuran 40X60 centimeter. Dari sana, nantinya tergantung kreativitas pengrajin akan mengolahnya menjadi apa saja.
Kerja sama BI cabang Surakarta dengan Aminah merupakan salah satu percobaan bantuan bank sentral terhadap UKM. Aminah setiap hari mendapat pasokan 200 kilogram uang lusuh dan rusak dari pelbagai pecahan.
3. Mahar Pernikahan
Untuk kerajinan satu ini, publik relatif lebih akrab. Sudah banyak pasangan yang menikah menggunakan mahar untuk akad nikah dari kreativitas merangkai uang kertas dan logam.
Pengrajin asal Ketandan Wetan, Yogyakarta, Sugiarto termasuk salah satu yang pertama memperkenalkan seni membuat mahar dari uang bekas pakai itu.
Meski demikian, uang yang digunakan menjadi bahan mahar ini tidak perlu lusuh. Beberapa jenis ukiran malah membutuhkan uang kertas masih baru supaya mudah dilipat.
Sugiarto mematok harga rata-rata Rp 500.000 untuk mahar dari uang dengan motif standar. Jika lebih rumit, tentu tarif pembuatannya bisa naik berkali-kali lipat, hingga jutaan rupiah.
4. Hiasan dinding
Popularitas kerajinan tangan dari uang lusuh yang satu ini juga semakin meningkat. Banyak kalangan menggemari seni mengatur uang di dalam pigura, lalu memasangnya sebagai pemanis dinding.
Nani dari Yogya termasuk yang mencoba peruntungan membuat cinderamata berbahan uang kertas maupun logam. Rata-rata pesanan yang masuk berukuran 45X55 centimeter.
Untuk hiasan dari uang dengan ukuran standar, Nani membanderolnya seharga Rp 475.000. Motifnya bisa macam-macam, tergantung pesanan. Namun wanita ini biasa membuat hiasan dinding berbahan uang bekas pakai dengan motif wayang.
5. Kotak Bingkisan
Ingin memberi hadiah kepada orang yang dikasihi? Bisa juga kita memberi kejutan pada suami, istri, anak, atau kekasih tidak hanya dari isi kado. Namun juga pembungkusnya, karena terbuat dari uang bekas.
Belasan pengrajin Solo sudah mencoba dan sukses menghasilkan kotak bingkisan dari uang yang dihancurkan BI. Kualitasnya diklai tidak kalah dari bahan kertas lainnya.
Upaya membuat kotak bingkisan dari uang kertas ini dilakukan berkat kerja sama BI dengan Solo Techno Park. Dari hitung-hitungan awal, kotak bingkisan unik ini sangat terjangkau. Sebuahnya dihargai Rp 3.000 hingga Rp 4.000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar