Selasa, 18 Juni 2013

Siapapun presidennya, harga BBM pasti naik

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya secara mutlak menerima postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013 untuk disahkan menjadi UU APBN-P 2013. Sebanyak 338 anggota DPR menerima postur RAPBN-P 2013. Hanya 108 anggota dewan yang menolak.


Drama pengesahan APBN-P 2013 berlangsung cukup dramatis. Sidang paripurna yang dimulai pukul 10.00 WIB, diwarnai hujan interupsi hingga terpaksa diskors untuk lobi fraksi. Hingga akhirnya sekitar pukul 22.30 WIB, pimpinan sidang yaitu Ketua DPR Marzuki Alie mengetok palu mengesahkan UU APBN-P 2013.

Di luar gedung DPR dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia, gelombang demonstrasi terjadi bersamaan dengan sidang paripurna. Sebab, dalam sidang paripurna pengesahan APBN-P 2013 juga memperlihatkan sikap DPR atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Hasilnya jelas, APBN-P 2013 diterima dan disahkan sebagai UU, harga BBM dipastikan naik.

Kenaikan harga BBM bukan kebijakan baru bagi rakyat Indonesia. Rata-rata, setiap presiden pernah mengambil keputusan menaikkan harga BBM. Dari enam orang presiden, hanya Habibie yang tidak pernah menaikkan harga BBM. Wajar saja mengingat masa kepemimpinan Habibie hanya seumur jagung yakni hanya 18 bulan duduk menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Meski tak ada angka pasti berapa kenaikan dan kapan kenaikan pada zaman kepemimpinan Presiden Soekarno, dokumen pada Biro Perancang Negara tahun 1965 menyebutkan jika kenaikan BBM di massa itu untuk membantu pemerintah dalam membangun sektor pendidikan, kesehatan, dan perumahan.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, harga BBM mengalami beberapa kali kenaikan. Pada 1991, Soeharto menaikkan harga BBM dari semula Rp 150 menjadi Rp 550 per liter. Dua tahun kemudian, pada 1993, Soeharto kembali menaikkan harga BBM dari menjadi Rp 700 per liter. Hingga akhirnya saat krisis ekonomi menghantam Indonesia, harga BBM naik menjadi Rp 1.200 per liter pada 5 Mei 1998.

Setelah rezim Soeharto runtuh dan digantikan Habibie, tidak ada sejarah kenaikan BBM. Hal ini cukup wajar mengingat masa kepemimpinan Habibie yang hanya seumur jagung. Habibie hanya 18 bulan menjadi presiden atau terhitung sejak 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999. Selama masa kepemimpinannya, Habibie justru menurunkan harga BBM dari Rp 1.200 menjadi Rp 1.000 per liter.

Di awal-awal masa kepemimpinannya, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menurunkan harga BBM menjadi Rp 600 per liter pada April 2000. Namun tidak berselang lama tepatnya Oktober 2000, harga BBM kembali naik menjadi Rp 1.150 per liter. Pada Juni 2011, Gus Dur kembali menaikkan harga BBM menjadi Rp 1.450 per liter.

Presiden Megawati Soekarnoputri juga pernah menerapkan kebijakan yang sama. Pada Maret 2002, Megawati menaikkan harga BBM dari Rp 1.450 menjadi menjadi Rp 1.550 per liter. Mega kembali menaikkan harga BBM menjadi Rp 1.810 per liter pada awal Januari 2003.

Selama dua periode kepemimpinan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiga kali menaikkan harga BBM dan tiga kali pula menurunkan harga BBM. SBY menaikkan harga BBM menjadi Rp 2.400 per liter pada Maret 2005. Harga BBM kembali naik menjadi Rp 4.500 per liter pada Oktober 2005. SBY kembali menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada 23 Mei 2008.

Di penghujung 2008 atau menjelang Pemilu 2009, SBY menurunkan harga BBM menjadi Rp 5.500 per liter. Harga BBM turun lagi menjadi Rp 5.000 per liter pada 15 Desember 2008. SBY kembali menurunkan harga BBM menjadi Rp 4.500 per liter pada 15 Januari 2009.

Di penghujung kekuasaannya kali ini, pemerintahan SBY kembali akan menaikkan harga BBM. SBY sudah beberapa kali menjelaskan alasannya mengambil kebijakan yang tidak populis ini. Salah satunya karena tidak ingin membebani presiden periode berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar