Rabu, 22 Mei 2013

Akhirnya terungkap perseteruan Hatta-Agus Marto soal JSS

Megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) belum jelas nasibnya, meski Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bakal berakhir masa kerjanya tahun depan.


Bahkan, kini malah terungkap ada perbedaan visi menteri-menteri terkait yang seharusnya saling bekerjasama mewujudkannya. Pihak yang sempat berbeda pandangan itu adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dengan mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

Sejenak kilas balik, gagasan menghubungkan dua pulau penting Indonesia itu sudah dicetuskan Guru Besar Institut Teknologi Bandung Sedyatmo sejak 1960. Namun upaya pemerintah paling riil buat mewujudkannya baru terjadi pada 1988, ketika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pimpinan B.J Habibie menghitung dana buat membangun jembatan sepanjang 29 kilometer membelah Selat Sunda. Dalam perkiraan sebelum krisis ekonomi 1997, serapan duit negara untuk mewujudkan proyek bernama "Tri Nusa Bima Sakti" itu mencapai Rp 100 triliun.

Akibat krisis dan gejolak politik jelang reformasi, megaproyek itu terbengkalai. Barulah, ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih jadi presiden, gagasan JSS dihidupkan kembali, terutama atas desakan pengusaha Tommy Winata. Bedanya, panjang jembatan direvisi, menjadi 27,4 kilometer saja.

Berikutnya, cerita pun bergulir antara pemerintah dan Grup Artha Graha milik Tommy yang benar-benar berhasrat membangun jembatan itu. Tommy sampai membentuk konsorsium dengan pemerintah Banten dan Lampung, bahkan mengeluarkan duit pribadi untuk melakukan uji kelaikan (feasibility studies).

Temuan Konsorsium Artha Graha itu dipresentasikan di hadapan SBY pada 2008. Tiga tahun berikutnya, terbit Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2011 tentang Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Salah satu isinya menunjuk Tommy Winata sebagai rekanan pemerintah menjadi pemrakarsa yang akan melakukan studi kelaiakan megaproyek tersebut.

Tafsiran tentang Perpres itulah yang membuat hubungan Hatta dan Agus Marto mulai retak.

Polemik mencuat manakala menkeu berniat merevisi beleid itu, mendepak Tommy Winata, dan mengambilalih studi kelaikan memakai uang negara. Proyek JSS menurut Agus, harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian, sebab megaproyek utama di era kepemimpinan SBY ini kemungkinan menelan dana sampai Rp 225 triliun.

Agus Marto berulang kali bicara di media menegaskan bahwa dirinya lebih suka pemerintah ikut terlibat dalam pendanaan studi kelaikan JSS dan tidak sepenuhnya menyerahkan ke pihak swasta.

Alasan menkeu saat itu karena definisi jembatan versi Artha Graha tidak jelas. "Bagi Kemenkeu kalau definisi proyek belum jelas, kita tidak ingin negara masuk ke proyek yang risikonya tidak terukur," kata Agus tahun lalu.

Di sisi lain, Hatta sejak isu pembangunan kembali JSS bergulir, sudah mengatakan studi proyek ini harus diserahkan sepenuhnya ke swasta. Dengan catatan, pemerintah menjadi penjamin proyek tersebut.

Perseteruan kedua pejabat tinggi itu tidak muncul terang-terangan, meski tercium media. Barulah, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto yang buka suara soal perdebatan keduanya. "Dampaknya terusan nanti kita akan bahas, yang jelas Pak Hatta minta pembangunan JSS harus tetap jalan tanpa APBN," kata Djoko menceritakan ulang kengototan Hatta dalam rapat Kemenko akhir tahun lalu.

Kini, setelah Agus tak lagi menjadi menkeu, Hatta mengakui sendiri pernah tidak sepakat dengan pendirian koleganya. Sikap mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu yang ngotot mendepak swasta dikritik oleh Hatta Rajasa yang notabene menjadi atasannya.

Menko Perekonomian menyatakan perencanaan JSS sudah dibahas tuntas dalam rapat koordinasi kementerian bidang perekonomian dan melibatkan pula menkeu. Sehingga Agus bisa jauh-jauh hari menolak.

"Begitu sudah jadi Perpres nomor 86 tahun 2011, dia (Agus) mengatakan tidak setuju. Ini kan konyol," ujar Hatta di Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin, saat membahas kembali persoalan JSS di era Agus Marto.

Bahkan, Hatta memunculkan tudingan serius, bahwa sikap Agus Marto yang kini pindah tugas menjadi Gubernur Bank Indonesia tidak jantan menyikapi JSS. Pasalnya, Agus enggan mengungkapkan pandangan profesional saat jembatan itu masuk pembahasan awal.

"Kalau belum setuju sebelum Perpres keluar, baru gentle namanya," kata Hatta.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini lantas menggulirkan bola panas penyelesaian JSS ke tangan Menteri Keuangan Chatib Basri yang baru saja dilantik. Hatta berkilah ingin menghindari konflik tidak perlu dengan Agus Marto, sehingga enggan berkomentar lebih jauh soal skema pendanaan mana yang akan dipakai dalam merampungkan JSS.

"JSS kan sudah ada menteri yang baru. Sudah ada yang memikirkan. Soalnya nanti kan dianggap seakan-akan saya ini dibenturkan oleh Agus Martowardojo," tuturnya.

Target Kemenko Perekonomian, konstruksi awal JSS sudah mulai dilakukan pada 2015 dan memakan waktu 10 tahun. Dengan demikian, jembatan ini baru bisa beroperasi pada 2025 mendatang.

Mendapat bola panas untuk menyelesaikan JSS, Chatib menyanggupi. Dia mengaku siap mendamaikan dua pandangan berbeda dalam merealisasikan megaproyek ini.

"Timnya sudah dibentuk dalam tim tujuh, nanti kita bicarakan di sana. Sifatnya konstruktif cari solusi menyelesaikan masalah. Kalau ada soal-soal yang perlu diperbaiki di situ kita perbaiki," ujar Chatib seusai acara Serah Terima Jabatan Menteri Keuangan di Lapangan Banteng kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar