Minggu, 14 April 2013

Pusat-daerah yang tak kompak bisa hambat bisnis minerba


Delapan asosiasi pertambangan di Indonesia telah meminta pemerintah untuk mengevaluasi aturan yang terkait dengan bisnis pertambangan di Tanah Air dari pemerintah pusat hingga daerah. Disinyalir beberapa aturan tumpang tindih sehingga menghambat realisasi amanat Undang Undang nomor 4 tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batu bara.

Delapan gabungan asosiasi tersebut antara lain Asosiasi Pertambangan Indonesia (API), Ikatan Alumni Geologi Indonesia (IAGI), Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI), Forum Reklamasi Hutan Pada Lahan Bekas Tambang (FRHLBT), Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).

"Kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi dan pembenahan yang menyeluruh serta komprehensif terhadap pelaksanaan UU Otonomi Daerah yang berkaitan dengan usaha pertambangan minerba," ujar Irwandy Arif yang mengetuai gabungan delapan asosiasi tersebut saat memberikan keterangan pers di Senayan, Jakarta, Senin (15/4).

Dia menilai, peraturan-peraturan pelaksanaan lintas kementerian teknis yang mendukung kegiatan di lapangan masih belum harmonis. Hal tersebut terjadi antara lain pada eksplorasi, konstruksi, produksi, jasa usaha pertambangan dan hasil produksi.

Gabungan asosiasi pertambangan tersebut juga menilai terdapat 14 permasalahan krusial lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU nomor 4 tahun 2009. Antara lain adalah komunikasi antara instansi kementerian terkait yang belum maksimal, aturan tumpang tindih hak-hak atas kehutanan mengakibatkan potensi konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar