Kamis, 11 Juli 2013

4 Ambisi Bakrie meski punya utang menumpuk

Pemberitaan mengenai Konglomerat Aburizal Bakrie tidak ada habisnya menghiasi media massa Tanah Air. Mulai dari tindak tanduknya dalam menjalankan kerajaan bisnisnya hingga keinginannya untuk menjadi Presiden Republik Indonesia yang sering mengundang kontroversi publik.


Bisnis milik konglomerat yang juga ketua umum partai Golkar ini semenjak tahun lalu terus menurun. Menurut laporan keuangan yang didapatkan merdeka.com, berikut daftar utang-utang yang dimiliki oleh Bakrie dengan jatuh tempo tahun 2012 bersama afiliasinya.

1. Bakrie & Brothers mencapai Rp 5,4 triliun

2. Bumi Resources USD 638 juta atau setara Rp 6,38 triliun

3. Bakrieland Development Rp 17,707 triliun

4. Energi Mega Persada Rp 11,215 triliun

5 Bakrie Sumatera Plantations Rp 9,644 triliun

6. Bakrie Telecom Rp 7,844 triliun

7. Bumi Resources Minerals Rp 3,338 triliun

8. Berau Coal Energy Rp 1,535 triliun

9. Visi Media Asia Rp 822,276 miliar

10. Darma Henwa Rp 406,165 miliar.

Sejauh ini, Bakrie juga telah menjual antara lain Lido Nirwana Parahyangan, Bakrie Toll Road, Bakrie Telecom. Kemudian, Bakrie Building Industries, PT Energi Mega Persada, Bakrie Pipe Industries. Terakhir, enam kebun sawit milik Bakrie Sumatera Plantation.

Terlepas dari itu, Bakrie sepertinya masih memiliki ambisi untuk mempertahankan eksistensinya. Inilah setidaknya empat ambisi Bakrie yang coba dirangkum tamoranews yang dikutip dari merdeka.com.

1. Kuasai Newmont

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menyurigai ada sponsor yang akan mendanai Pemda Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk membeli sisa saham divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebesar tujuh persen. Soalnya, dia menilai pemda NTB tidak memiliki uang untuk membeli sisa saham divestasi Newmont yang sebesar USD 246,8 juta.

"Masyarakat sekarang sudah pintar dengan menduga pasti dari sponsor. Saya pura pura tidak tahu saja," katanya, di Jakarta, Rabu (10/7).

Tidak sulit untuk menerka bahwa sponsor yang dimaksud Dahlan itu bisa jadi adalah salah satu perusahaan Bakrie PT Multi Capital. Sekedar mengingatkan, sebanyak 24 persen saham yang didivestasi NNT sebelumnya dibeli oleh PT Multi Daerah Bersaing (MDB).

Sedangkan MDB adalah perusahaan patungan antara PT Multi Capital dan PT Daerah Maju Bersaing (DMB), perusahaan yang dibentuk oleh

Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa. Di PT MDB, ketiga Pemda itu hanya memiliki saham 25 persen, sementara sisanya sebesar 75 persen dimiliki Multicapital.

Berdasarkan itu, MultiCapital memiliki saham sebesar 18 persen di Newmont, sementara PT. DMB hanya memiliki saham enam persen.

2. Kuasai Bumi Resources

Sejumlah media belakangan ini mengabarkan keinginan grup Bakrie untuk berpisah dengan Bumi Plc. Bloomberg, Selasa (10/7) menyebut 'perceraian' itu akan memakan biaya sebesar USD 508 juta.

Uang sebesar itu akan digunakan grup Bakrie untuk membeli kembali (buy back) 29,2 persen saham Bumi Plc di Bumi Resources. Padahal, berdasarkan skenario pemisahan sebelumnya, grup Bakrie hanya akan membeli 18,9 persen saham dari 29,2 persen saham Bumi Plc di Bumi Resources dengan uang tunai sebesar USD 278 juta.

Sisanya sebesar 10,3 persen saham akan ditukar dengan 23,8 persen saham grup Bakrie di Bumi Plc.

3. Beli saham klub sepak bola

Bakrie Grup terus melebarkan sayap dengan membeli klub di luar negeri. Bakrie Group membeli 70 persen saham klub juara A-League (Liga Australia) musim lalu, Brisbane Roar.

Bakrie menggelontorkan dana 8 juta dolar Australia untuk jangka waktu sepuluh tahun. Sebanyak 30 persen sisa saham Brisbane Roar masih dimiliki Federasi Sepak Bola Australia (FFA).

Pembelian ini memiliki opsi untuk menambah kepemilikan saham sebanyak 20 persen di masa mendatang. Rencananya Bakrie Grup juga akan membeli saham klub di liga Belanda.

Sebelumnya, Bakrie juga telah berkecimpung di dunia olahraga dengan membeli saham klub Divisi II Belgia CS Vise.

4. Bikin televisi berbayar

Di tengah jerat utang, salah satu anak perusahaan konglomerat Aburizal Bakrie masih bisa bersinar meski tak terang-terang amat. Perusahaan itu adalah lini media PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), yang rencananya akan masuk ke bisnis televisi berbayar (pay TV).

Direktur Utama VIVA Erick Thohir mengatakan perseroan dana Bakrie untuk ekspansi ke bisnis TV berbayar ini berasal dari anggaran belanja modal 2013 sebesar USD 40 juta. Ditambah pinjaman USD 80 juta dari Deutsche Bank.

"Dengan adanya peluncuran ini diharapkan menjaring pelanggan bisa mencapai 300.000 orang di awal semester 2014," ungkapnya.

Keputusan ini jelas berani, pasalnya utang kelompok Bakrie secara keseluruhan masih besar. Belum lagi, performa VIVA tak terlalu oke. Terbukti, perseroan mencatat saldo laba ditahan yang negatif sekitar Rp 290 miliar dari neraca tahun lalu. Karena itu, VIVA tidak bagi-bagi keuntungan tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar