Tuntutan agar polisi memberantas premanisme kian kuat sejak mencuat kasus Cebongan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri, Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, premanisme adalah penyakit masyarakat yang saat ini sedang jadi prioritas Polri.
"Premanisme ini dikategorikan masalah hukum dan sosial, karena dalam premanisme ada yang terkait pelanggaran hukum oleh kelompok orang dan individu dalam melanggar ketertiban, pidana pemerasan, penganiayaan, dan pembunuhan," kata Boy di Mabes Polri
Anggota Kompolnas Edi Sahputra Hasibuan yakin anggota polisi juga bisa meraih simpati besar publik. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah bekerja optimal memberikan rasa aman kepada masyarakat.
"Yang pasti polisi harus meningkatkan kinerjanya. Biar dia mendapatkan respon dari masyarakat," kata Edi. Polisi tentu harus berani memberantas premanisme sesuai dengan tugasnya.
Polisi pun sudah melakukan beberapa cara untuk menyapu bersih premanisme. Berikut ini beberapa strategi polisi.
1. Sediakan penampungan
Sejumlah preman yang kerap terjaring dalam razia kepolisian tampaknya belum memberikan efek jera bagi mereka. Pasalnya setelah tidak terbukti melanggar tindak pidana, beberapa preman tersebut akan dikembalikan ke tengah masyarakat.
Prakteknya, setelah dikembalikan ke tengah masyarakat, preman-preman tersebut akan kembali meresahkan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto menuturkan diperlukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk meminimalisir bahkan menghilangkan fenomena premanisme di tengah masyarakat.
"Setelah polisi lakukan penangkapan atau proses hukum bagi yang terbukti, mereka mau diapakan, seharusnya ada departemen yang menampung mereka seperti panti sosial dan lainnya," ujar Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Senin (8/4).
Ataupun, lanjut Rikwanto, bagi yang tidak memiliki kerjaan, keterampilan ada tempat menyalurkannya. "Supaya mereka tidak selalu kesannya menjadi sampah masyarakat yang selalu meresahkan masyarakat," tuturnya.
2. Tindak keanehan
Rikwanto menambahkan, penyebaran preman di wilayah hukum Polda Metro Jaya termasuk dalam kategori merata. "Preman itu ada di mana-mana. Hanya tampilannya saja yang berbeda," ucapnya lagi.
Terkait tampilan yang dimaksud Rikwanto, yakni, lokasi di mana preman tersebut biasa beroperasilah yang membedakan. "Misalnya preman di daerah Kemang berbeda tampilannya dengan yang ada di pasar Tanah Abang," lanjutnya.
Rikwanto juga meminta kepada masyarakat agar tidak membiarkan bibit-bibit premanisme bermunculan di lingkungannya. "Jadi kalau ada yang tidak pas, nongkrong di jembatan, ada rumah yang tidak tidur-tidur, selalu membawa minuman keras, ada pemuda di pinggir jalan dibiarkan saja tanpa tujuan yang jelas, itu merupakan cikal bakal jadi premanisme," tandasnya.
3. Sweeping
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Timur Pradopo menyatakan, tidak akan ada lagi tolerasi bagi para preman. Siapapun yang terlibat dalam aksi premanisme, sekalipun anggota Polri, segera diproses.
"Tidak akan ada toleransi bagi preman,kalau ada penyimpangan yang dilakukan oknum kami (polri) yang bekerja sama dengan preman, sampaikan kepada kami dan akan langsung kami proses," ujar Timur di Jakarta Selatan, Senin (8/4).
Jika diperlukan, polisi akan menggelar aksi sweeping untuk menangkap sejumlah preman yang dianggap meresahkan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, sweeping dilakukan secara rutin. "Kalau sweeping perlu dilakukan, ya kami akan lakukan sweeping secara rutin, yang jelas tidak akan ada lagi toleransi untuk premanisme," lanjut Kapolri.
4. Pengusaha jangan pakai preman
Kepolisian Daerah Metro Jaya tidak memungkiri terkait banyaknya sejumlah preman yang membekingi seorang pengusaha. Para pengusaha tersebut kerap meminta jasa preman untuk melindungi usahanya masing-masing.
"Preman dibeking, preman juga membekingi pengusaha. Ada suatu kesinambungan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, Senin (8/4)
Jika sudah membentuk suatu komunitas, lanjut Rikwanto, kemudian para preman tersebut kerap mencari seseorang yang akan 'memelihara' mereka dari segi finansial. "Preman seperti dipelihara, kalau ada tolong segera dilaporkan, biar kita tindak,'' tegasnya lagi.
Rikwanto pun mengingatkan kepada sejumlah pengusaha agar tidak menggunakan jasa para preman tersebut karena akan menimbulkan sebuah ketergantungan. "Ketergantungan disebabkan oleh sumber dana yang mengalir dari pengusaha, dan itu merupakan pendapatan bagi mereka. Bahkan bukan tidak mungkin, preman tersebut akan 'mencaplok' majikannya," imbuh Rikwanto.
5. Pendekatan budaya
Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang baru, Brigjen Polisi Haka Astana akan menggunakan pendekatan budaya dalam menjalankan tugasnya menjaga keamanan di wilayah tersebut. Termasuk dalam upaya memberantas premanisme.
"Saya katakan saya kecil di sana (Yogyakarta), besar di sana. Saya paham, saya akan coba dekati, saya tidak akan menggunakan lain, karena Sultan pesan menggunakan pendekatan budaya, coba dengan budaya mudah-mudahan bisa tercapai," kata Haka seusai upacara serah terima jabatan di Mabes Polri Jakarta, Senin.
Haka yang mengaku telah enam tahun meninggalkan Yogya mengatakan akan berkeliling untuk mencari informasi, termasuk ke lingkungan internal (anggota) dan ke masyarakat. Dia berharap, dengan dikembalikan ke Yogya, dimana dia pernah ditempatkan sebelumnya, bisa membantu Polri mengemban tugas untuk menjaga keamanan.
Meski belum berani mengakui kapan bisa memberantas premanisme, Haka berharap pengembaliannya ke Yogyakarta bisa mempercepat progres penyelesaian ketimbang yang tidak pernah ditempatkan di Yogyakarta.
"Saya mengenal dan saya sudah tahu karakter. Memang saya bolak balik Yogya, dari Kapolresta, balik Kapoltabes, kemudian ini balik lagi Progo 1, mulai dari Yogya 2, Yogya 1. Mudah-mudahan atas dukungannya saya akan bisa bersama-sama masyarakat menjaga keamanan yang lebih kondusif," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar