Kesal dengan jalan berlubang atau bahkan rusak tak karuan? Persoalan ini bahkan sudah jadi sesuatu yang biasa dibincangkan pengendara motor di Indonesia, demikian halnya dengan kendaraan lain. Tak jarang orang memilih kendaraan berpostur tinggi atau bahkan trail dan supermoto walaupun untuk dipakai harian.
Yamaha pun coba menawarkan jalan tengah. Ketika orang butuh kendaraan berpostur sedikit tinggi dan mumpuni. Di saat orang lebih doyan skutik karena gampang dikendarai dan mendukung gaya, maka hadirlah X-Ride.
X-Ride, seperti sudah diberitakan, merupakan skutik dengan kelengkapan ala kendaraan offroad. Bodinya tinggi, suspensinya baru, setelan mesin baru pula, tak ketinggalan punya tampang kekar sehingga penyuka modifikasi bergaya kegiatan outdoor punya "mainan baru".
Tapi kalau cuma bicara-bicara soal spesifikasi, maka jadinya cuma sebatas wacana. Tanpa banyak bicara, Yamaha pun secara ekstrim mengujicoba langsung ke daerah yang menantang di kawasan Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta.
1. Rute campur aduk
Uji coba memakan jarak sekitar 10 kilometer dengan medan campur antara jalan aspal, berpasir dan yang sangat menantang: area bekas lava. Rute ini sendiri start dari Cangkringan Resort – Tugu Ambruk - Desa Petung Kepuharjo – Kali Gendol – Batu Alien – Museum Sisa Hartaku – Cangkringan Resort.
Selepas subuh, rombongan test ride X-Ride, diikuti segerombolan ATV, Yamaha Trail, dan dikawal komunitas offroader Merapi memasuki kawasan tersebut.
Kami pun tertipu tapi senang. Pasalnya, bukan sekadar jalan ekstrim yang licin atau kubangan asal-asalan, tetapi bahkan batu-batu berukuran besar, lumpur yang berat dan padat, pasir, menerabas tanjakan dan turunan, hingga pasir pegunungan aktif.
2. Postur tinggi
Bukan main! Kami melintasi lumpur bekas letusan Merapi yang berat dan padat. Namun, ground cleaerence atau jarak tanah ke motor cukup tinggi sehingga gapai saat masuk-masuk ke medan ekstrim ini.
X-Ride punya tinggi 152 mm atau 22 mm lebih tinggi dari Mio Soul GT. Rasa bahwa skutik ini jangkung ternyata didukung regang suspensi belakang pula yang dengan lebihan angka 22 mm dari model lainnya.
Tidak mengherankan jika sosoknya yang tinggi ini membuatnya mudah melewati bebatuan, ilalang, semak belukar, hingga pasir, dan genangan lumpur Merapi.
3. Kendali dalam genggaman
Menggenggam setangnya membuat kami percaya diri dalam melibas segala medan ini. Ternyata, modelnya memang berbeda dibanding jajaran skutik Mio atau skutik lainnya. Model setang ini melebar bak pegangan pada motor trail atau mungkin supermoto.
Hasilnya, energi otot dan gerak fisika tubuh tidak terlampau terkuras seperti halnya setang motor biasa andaikata terjun ke kawasan Merapi ini.
Satu yang juga menguntungkan dari setang atau handle bar lebar tersebut adalah mempermudah kami mengoreksi sudut belokan andaikata secara refleks mencari jalan keluar dari lumpur atau bebatuan.
Karena sudah pasti dipakai untuk aksi-aksi yang cepat dan butuh banyak pengaturan kapan jalan dan kapan menahan atau rem, maka Yamaha pun memasangkan piringan rem atau cakram ukuran 220 mm nan cukup raksasa. Hasilnya, gigitan rem jadi mantap dan membuat kami tak khawatir.
4. Roda
Otosia sendiri menjajal dua varian ban X-Ride yang berbeda, trail dan standar. Dalam melintas jalan berat otosia mengatur posisi dukuk, kadang berdiri layaknya menunggangi trail sungguhan, berdiri terutama ketika melalui jalan rata berbatu dan berpasir. Ini lebih dari sekadar mencari sensasi rasa yang diberikan X Ride di kawasan menantang Merapi.
Pada tahap pertama, Otosia menggunakan ban standar, yang kedua menggunakan ban pacul alias penggaruk tanah. Hasilnya, tidak ada perbedaan signifikan antara ban standar dan ban trail.
Tapak besar pada ban yang memang berukuran jumbo dibanding skutik lain turun mendukung usaha kami untuk terus menanjak dan kala berhati-hati melewati medan-medan miring. Untuk menunjang fungsinya sebagai motor off-road, ia dipasangi ban ukuran depan 70/90-14M/C 34P dan belakang 100/70-14M/C 51P.
Ada 3 pos yang dilalui. Setiap rute, hampir semuanya memiliki tantangan dan kontur medan yang berbeda. Mulai dari jalan landai berlubang, medan pasir, ilalang, jalan dengan sudut kemiringan tidak merata berbingkai batu-batu besar seukuran mesin fotokopi, lumpur merapi yang lengket, hingga turunan dan tanjakan terjal beralaskan batu-batu besar dan tajam.
Semua medan sanggup ditapaki dengan lancar. Sampai akhirnya rombongan rehat sejenak memahami dan berempati terhadap korban dan sisa sisa letusan gunung merapi di Museum Merapi yang didirikan warga.
Kami pun coba melihat-lihat velg kala rehat. Yamaha X-Ride memang memakai velg racing atau model palang, bukan jari-jari yang konon anti-peang. Namun dalam uji ini, kami tidak menemukan gejala bengkok, bahkan ketika sejumlah jurnalis sebelumnya menerjang batu.
5. Mesin sesuai kebutuhan
Mesin pada X-Ride memang mengalami perubahan setelan. Meksi demikian, dia sudah mengadopsi YMJET-FI alias injeksi dengan kelengkapan canggih dari Yamaha. Bagaimana rasa responsifnya pun teruji ketika kami coba menanjak. Bukan gas awal layaknya motor trail sungguhan, responsif dan cepat. Ini terasa ketika menapak tanjakan terjal berpasir dan berbatu. Tidak ada kendala sama sekali karena tak kuat mengangkat.
Yamaha memang menseting agar bukaan pada putaran awal lebih besar karena kecenderungan pengendara akan gas kuat saat coba melewati jalan tak rata ataupun lubang-lubang besar. X-Ride sendiri menggunakan mesin 113,7cc 4 langkah, 2 Valve SOHC dan berpendingin kipas.
Faktor lain yang mendukung kelincahannya adalah forged piston dan DiAsil Cylinder. Nama terakhir yang disebutkan adalah silinder yang digunakan Yamaha pada sebagian besar motornya. Bahannya bukan lagi besi sehingga lebih ringan walau juga kokoh.
Mesin YMJET-FI pun tetap responsif juga kala kami coba lebih cepat di jalan rata. Pihak Yamaha menyebut YMJET-FI akan bekerja sampai 60 km per jam. Kecepatan ini boleh dibilang menjadi standar lari kencang di dalam kota, alias X-Ride mumpuni juga kala dipakai di kawasan perkotaan. Mau coba sendiri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar