Rabu, 30 Januari 2013

Tiga Museum Paling Dahsyat di Indonesia

Jumlah wisatawan yang datang ke museum memang tidak sebanyak turis yang datang ke taman bermain. Padahal, banyak hal yang bisa Anda pelajari di sana, seperti yang ada di tiga museum paling inspiratif berikut.

Datang ke museum, Anda bisa melihat jejak langkah kehidupan saat ini, dan apa yang bisa dipersiapkan di masa yang akan datang. Dari semua museum di Indonesia yang pernah saya kunjungi, ada tiga museum yang sangat berkesan dan menggoda untuk berkunjung lagi. Inilah 3 museum tersebut:

1. Museum Prasejarah Sangiran, Jateng

Museum Prasejarah Sangiran yang berada di Sragen, Jateng adalah salah satu museum bertaraf internasional yang dimiliki Indonesia. Museum ini menampilkan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus, dan berbagai pepohonan serta hewan yang hidup di masa prasejarah.


Tak hanya itu, Museum Prasejarah Sangiran juga memiliki alat peraga interaktif yang menyajikan sejarah antariksa, galaksi, bumi dan diorama. Semuanya tentu masih berhubungan dengan kehidupan manusia purba di Jawa dengan rasio yang mendekati aslinya.

Meskipun yang ditampilkan adalah tulang-belulang yang sudah menjadi fosil, Museum Sangiran terasa nyaman karenaƂ memiliki ruangan yang luas dan terang. Tak hanya itu, kebersihan museum juga sangat dijaga. Hampir tak ada debu di sana.

Penataan museum terbagi dalam tiga zona, yakni zona asal-usul alam semesta, zona prasejarah, dan diorama kehidupan prasejarah. Pengunjung yang awam sejarah pun bisa dengan mudah mengikuti tur museum. Hal ini karena setiap koleksi museum terdapat keterangan dan petunjuk mengikuti alur tur dalam museum.

Berada di halaman museum, Anda bisa melihat warung-warung yang dikelola warga dan tertata apik. Ada yang menjual makanan minuman, ada juga yang menjual suvenir dari fosil-fosil yang masih banyak ditemukan di sekitar wilayah Sangiran.

2. Museum Sastra di Gantong, Belitung

Sebuah Museum Sastra hadir di Gantong, Belitung. Menempati rumah tua berusia 200 tahun, pengunjung bisa membaca petikan kata dari novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, poster dan foto film Laskar Pelangi dan sekuelnya Sang Pemimpi.


Tak hanya itu, turis yang datang juga bisa mengikuti kegiatan sastra dan melihat proses kreatif, serta cara kerja sang penulis. Jika datang saat sang penulis sedang berada di museum, Anda bisa sekalian berdiskusi, atau melihat pertunjukan kesenian lokal saat museum sedang mengadakan kegiatan.

Sebuah tim mendesain museum ini seperti sebuah novel dari depan hingga belakang. Di setiap ruangan disediakan bangku untuk memberikan kesempatan kepada para pengunjung membaca. Meski demikian, dengan membawa suasana 'rumahan', tempat ini menjadi tampak tidak terlalu kaku. Jadi, pengunjung bisa lebih 'terhubung' dengan semua yang disajikan di dalam museum.

3. Museum Tsunami Aceh, Aceh

Museum Tsunami Aceh menjadi pusat dari trekking wisata tsunami di Banda Aceh. Museum ini juga sebagai media pengingat, edukasi dan rekreasi.

Museum ini terdiri dari tiga zona. Yang pertama adalah zona space of fear yang menggambarkan saat kejadian gempa dahsyat tsunami pada 26 Desember 2004. Zona kedua adalah space of sorrow yang mendeskripsikan perasaan orang-orang di Aceh saat itu, dan zona ketiga adalah space of tell atau ruang berbagi pengalaman saat menghadapi gempa dan tsunami dan setelahnya.


Di dalam space of fear, dinding hitam setinggi 20 meter, gelap dan percikan air membuat pengunjung bisa merasakan sedang berkejaran menghindari gelombang tsunami. Dari sana, Anda lanjut masuk ke sebuah ruangan kaca temaram. Di dalamnya tersedia 26 panel yang berisi foto-foto saat peristiwa itu terjadi.

Tur museum dilanjutkan menuju space of sorrow. Zona ini berada di sebuah ruangan yang berbentuk cerobong dan sangat temaram. Di sana akan diperdengarkan suara seseorang melantunkan ayat-ayat Alquran. Di dindingnya dituliskan sekitar 2.000 nama korban. Ketika mendongak ke atas, kaligrafi Allah memantulkan sinar dari atap kaca.

Belum selesai, pengunjung akan diajak mengelilingi ruang cerobong menuju Jembatan Persahabatan. Jembatan ini ternyata memiliki makna filosofis, yaitu bencana gempa dan tsunami di Aceh telah merekatkan rasa persaudaraan tanpa melihat latar belakang negara, budaya, ideologi dan agama. Dari sini barulah pengunjung bisa melihat artefek, alat peraga interaktif dan sebagainya.

Masuk ke zona ketiga, turis bisa melihat artefak yang disumbangkan oleh warga. Beberapa di antaranya adalah sebuah jam yang berhenti tepat ketika gempa terjadi, motor dan helikopter yang rusak, serta sebuah truk Palang Merah Internasional.

Tak hanya itu, zona ini juga menyediakan maket dan alat peraga interaktif. Jadi, pengunjung bisa mempelajari kegempaan dan tsunami.

Jika datang pada hari tertentu, Anda bisa masuk ke dalam ruangan yang dilengkapi dengan kursi. Nantinya, di ruangan ini akan ada 16 orang saksi yang berbagi cerita dan pengalaman secara bergiliran kepada pengunjung.

Perjalanan ke ketiga museum tersebut 'memaksa' saya untuk lebih menghargai masa lalu yang telah memberikan kehidupan di masa kini dan belajar apa yang harus dilakukan di masa yang akan datang,bagi saya sendiri dan anak-cucu nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar